I. Pengertian Poligami
A. Dalam Segi Antropologi Sosial
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat). Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligami (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligami dan poliandri). Ketiganya dite,mukan dalam sejarah. Dan yang sering terjadi di tengah masyarakat adalah poligami yang pertama.
B. Poligami Menurut Para Ahli
Banyak ulama yang angkat bicara soal poligami, dari pernyataan dan komentar-komentar yang disampaikannya, diharapkan dapat menjadi bahan renungan dan masukan bagi kita, sekaligus menambah wawasan tentang fenomena poligami dan realita yang terjadi di masyarakat.
Menurut Prof. Dr. Musdah Mulia, MA, dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah,
“Poligami itu haram lighairih, yaitu haram karena adanya dampak buruk dan ekses-eskes yang ditimbulkannya.”
Prof. Dr. Quraish Shihab menyatakan bahwa poligami mirip dengan pesawat terbang yang hanya boleh dibuka dalam keadaan emergency atau urgent. Sedangkan menurut Dr. KH. Miftah Faridh, Poligami adalah solusi yang bisa dtempuh untuk memecahkan berbagai problematika social manusia. poligami tidak perlu menjadi konfrontasi yang berkepanjangan.
I. Poligami dalam Islam dan Syarat – Syaratnya
A. Poligami Nabi Muhammad SAW
Poligami dalam islam adalah poligami yang sesuai dengan tuntunan ajaran islam. Sebelum kita membahas poligami dalam islam ada baiknya kita mengetahui poligami yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan begitu, kita tidak hanya berbicara kalau poligami itu diperbolehkan begitu saja tanpa adanya syarat-syarat tertentu. Poligami yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW bisa menjadi rujukan atau landasan untuk berfikir kalau ingin berpoligami.
Para pelaku poligami memiliki alasan mengapa ia memilih untuk berpoligami. Ada dua alas an yang paling umum ialah karena mereka tahu bahwa ada ayat dalam Al-Qur’an tepatnya pada surah An-Nisa ayat 3 yang mengatakan bahwa membolehkan poligami sampai empat istri dan mengikuti Sunnah Rasul. Padahal bila melihat kehidupan keluarga nabi, sebenarnya nabi melakukan monogami. Kehidupan rumah tangga Nabi dengan Sitti Khadijah berlangsung selama 25 tahun, sementara Nabi mempraktekkan poligami hanya 10 tahun. Nabi juga berpoligami setelah khadijah wafat. Kebanyakan pernikahannya itu lebih dikarenakan menolong janda-janda sahabat beliau yang meninggal akibat perang untuk membela Islam.
Dan sebenarnya turunnya ayat poligami itu berkaitan dengan kekalahan umat Islam dalam perang Uhud di tahun 625 M. Saat itu, banyak sekali prajurit muslim yang gugur di medan tempur dan mereka meninggalkan anak-anak yatim beserta istrinya. Saat itu, masyarakat Islam masih sangat terbatas, dan turunnya ayat poligami tampaknya didasarkan pada dua hal. Pertama, untuk menjaga keutuhan masyarakat Islam yang secara kuantitas masih sangat sedikit. Kedua, agar mereka yang akan bertindak sebagai pengayom anak-anak yatim dan janda korban perang agar dapat berlaku lebih adil.
Pada paragraf sebelumnya telah dipaparkan secara garis besar mengenai poligami yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Untuk lebih mengetahui tentang poligami dalam islam ialah kita harus mengetahui mengenai syarat poligami itu sendiri dalam islam.
B. Syarat – Syarat Poligami dalam Islam
1. Membatasi jumlah istri yang akan dinikahinya.
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;
"Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat." (Al-Qur'an, Surah An-Nissa ayat 3)
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahawa Allah telah menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang istri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristri satu, boleh dua, tiga atau empat saja.
2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya.
Misalnya, berkawin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan ibu saudara baik dari ayah maupun ibu. Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu." (Hadis riwayat Bukhari & Muslim).
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah SAW juga memperkuatkan larangan ini, Bahwa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; "Sesungguhnya dia tidak halal untukku." (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa'i)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam, beliau memberitahu kepada Rasulullah bahawa beliau mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.
3. Disyaratkan pula berlaku adil
Sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);"Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang sahaja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman." (Al-Qur'an, Surah an-Nisak ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu pun masih khawatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja.
Para mufassirin berpendapat bahawa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para istri saja, tetapi mengandungi ati berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
v Berlaku Adil Terhadap Diri Sendiri
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
v Adil Di Antara Para Istri
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah An-Nissa ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, "Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal). Adil di antara para istri – istri juga ada beberapa antara lain:
· Adil Memberikan Nafkah
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang istrinya dengan alasan bahawa isteri itu kaya atau ada sumber keuangannya, kecuali kalau isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbedaannya antara gadis dan janda, isteri lama atau isteri baru, isteri yang masih muda atau yang sudah tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau yang buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sehat, yang mandul atau yang dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.
· Adil Dalam Menyediakan Tempat Tinggal
Adil dalam menyediakan tempat tinggal.Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
· Adil Dalam Giliran
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain.
Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia berdosa dan akan menerima seksaan dari Allah SWT pada hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan pinggangnya miring. Hal ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya.Firman Allah SWT dalam Surah az-Zalzalah ayat 7 - 8;
"Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)! Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)."
Bukan hanya keadilan suami terhadap istri yang dituntut, nelainkan juga terhadap anak-anak. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah. Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeda-bedakan antara anak si yang satu dengan anak dari yang lain ibu. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahwa nafkah anak yang masih kecil berbeda dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana, kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang seksama dari bapa mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan kerana kecenderungan si bapa pada salah seorang isteri serta anak-anaknya sahaja. Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam Surah An-Nisa ayat 129 yang berbunyi;
"Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun kamu bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu biarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang)."
Selanjutnya Siti 'Aisyah (r.a.) menerangkan, maksudnya;
Bahawa Rasulullah (s.a.w.) selalu berlaku adil dalam mengadakan pembahagian antara isteri-isterinya. Dan beliau berkata dalam doanya: "Ya Allah, inilah kemampuanku membahagi apa yang ada dalam milikku. Ya Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang menjadi milikku dan apa yang bukan milikku."
4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak.
Jadi, suami harus yakin bahwa perkawinannya yang baru ini tidak akan meninggalkan dan menyengsarakan kehidupan isteri serta anak-anaknya.
5. Berkewajiban menanggung nafkah.
Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah lahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang bermaksud;
"Wahai sekalian pemuda, sesiapa di antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, maka hendaklah kamu berkahwin. Dan sesiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa."
C. Poligami Masa Sekarang
Poligami masa sekarang banyak tidak mencerminkan poligami islam. Bahkan ada kebanyakan orang berpoligami karena menghindari zina dan ingin memperbanyak istri agar dibilang keren dan hebat. Padahal, imbas dari perbuatan ini sangatlah kejam. Pada masa sekarang, poligami cenderung menjauhi ajaran yang telah diajarkan atau dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
. Sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama ibu-ibu, tidak akan membenarkan poligami. Tidak hanya perempuan, banyak juga kaum pria yang cukup tegas dalam penolakannya terhadap poligami. Demikian hasil survey yang telah dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, pada Maret tahun 2006, tentang poligami.
Data survei nasional Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Maret 2006, tentang poligami.
Umum | Laki-Laki | Perempuan |
Sangat Setuju | 1,2 % | 1,6 % | 0,7 % |
Setuju | 32,5 % | 45,9 % | 18,8 % |
Abstain | 6,3 % | 8,4 % | 4,1 % |
Tidak Setuju | 53 % | 40 % | 65,9 % |
Sangat Tidak Setuju | 4,4 % | 00,7 % | 8,2 % |
Data diatas jelas menunjukan bahwa masyarakat Indonesia kini semakin paham dan peduli kepada perempuan, yaitu yang sehrusnya perempuan itu dikasihi dan disayangi dengan baik dan sepenuh hati, tidak untuk dikecewakan atau disakiti dengan menduakan hatinya. Dan Kami ingin mengatakan kalau orang sangat berhasrat untuk melakukan poligami, sebaiknya jangan bawa-bawa soal agama. Katakan saja bahwa ini adalah soal syahwat, bukan soal agama. Tokoh-tokoh kita kadang-kadang sering berkamuflase dalam soal yang satu ini.
Poligami masa sekarang lebih didorong setidaknya oleh empat motivasi. Pertama, untuk mewadahi keserakahan seksual. Kedua, para lelaki yang tertarik poligami ingin tetap dianggap menarik secara seksual. Ketiga, untuk mencari kesenangan lain karena sudah bosan dalam hubungan suami-istri yang sebelumnya. Dan keempat, laki-laki ingin membuktikan bahwa dirinya masih kuat dan menarik..
4 hal itu umumnya terlihat jelas dari para pria yang berpoligami. Itulah yang menimbulkan keprihatinan mendalam di kalangan pemikir Islam kontemporer. Dunia Islam cenderung lemah di dalam percaturan global, salah satunya karena rapuhnya unit-unit keluarga akibat praktek poligami.
Padahal itu sangat menyakitkan bagi kaum perempuan, terutama istri dan ibu-ibu. Tak jarang terjadi kenyataan bahwa bangunan rumah tangga yang sudah dibina bertahun-tahun dalam ikatakan suami-istri, diterpa prahara setelah sang suami merasa kaya dan populer, saat ia kembali terpikat dengan perempuan lain. Itu sangat menyakitkan bagi kebanyakan istri.
Dan kami kira, ajaran agama manapun tidak pantas membenarkan seorang istri disakiti sedemikian rupa, apalagi Islam sebagaimana yang kita yakini. Islam tidak pernah membenarkan laki-laki menyakiti istrinya. Bahkan ada sebuah ayat Al-Qur’an yang menegaskan agar laki-laki selalu memperlakukan istrinya dengan santun. Wa`âsyirûhunna bil ma`rûf (perlakukanlah istri-istrimu dengan cara yang santun, Red), kata Al-Qur’an. Jadi Al-Qur’an sendiri mengamanatkan kaum pria agar memperlakukan istrinya dengan santun, baik, ramah, sembari menghargai kemanusiaannya.
KESIMPULAN
Poligami sebenarnya bukan hal yang dilarang atau diharamkan dalam Islam. Meskipun terjadi pertentangan atau konfrontasi besar bterhadap kehadiran poligami di kehidupan kita sehari-hari. Sebenarnya, yag menjadi alas an dari konfrontasi ini adalah kekhawatiran bahwa setelah pernikahan selanjutnya, sang suami tidak bisa berlaku adil dalam menjalankan rumah tangganya. Selain itu, kebanyakan praktik poligami di masyarakat dijalankan tanpa ada persetujuan kedua belah pihak. Benyak suami yang melakukan poligami secara diam-diam. Padahal dulu Rasulullah SAW tidak pernah menjalankan secara rahasia. Sehingga hal-hal inilah yang menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Poligami bisa dijalankan bapabila memenuhi persyaratan-persyaratan diatas. Sehingga tujuan awal pernikahan sebagai pelengkap iman dan membina rumah tangga untuk mendapat ridho dari Allah bisa terpenuhi dengan baik. Dan yang harus diingat juga, bahwa keadilan bukan hanya untuk istri melainkan juga untuk anak-anak. Hendaknya tidak ada pembedaan antara anak dari istri yang satu dengan istri yang lain. Semua mendapat porsi kasih sayang yang sama dari orang tua mereka.
SARAN
Tulisan ini dibuat sebagai bahan evaluasi tentang praktik poligami. Kiranya bisa menjadi manfaat untuk kita semua. Segala kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan kedepan.
Daftar Pustaka
CahyaTakariawan, Bahagiakan Diri dengan Satu Istri (Jakarta: Era Intermedia, 2007).
M. Abul fadl, Atas Nama Tuhan ( Jakarta:PT Serambi Ilmu Setia, 2004)