Kamis, 15 Desember 2011

Perguruan Tinggi Harapanku

Perguruan Tinggi Harapanku
Perguruan tinggi harapanku ialah perguruan tinggi yang mampu mencetak tenaga didik yang berprestasi dan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupannya maupun kehidupan orang lain. Tentunya hal ini tidaklah gampang karena perguruan tinggi tersebut juga harus memiliki kriteria yang bagus dalam mengembangkan perguruan tingginya. Membangun perguruan tinggi menjadi bagus di mata dunia dan orang itu juga bukanlah hal yang mudah dan bukan pula hal yang mustahil. Setiap orang pada umumnya yang ingin sukses masa depannya dan memilih untuk lanjut ke perguruan tinggi karena mereka ingin dengan masuk perguruan tinggi tersebut minat mereka dan kemauan mereka akan fakultas dan jurusan yang mereka inginkan akan menghasilkan hasil yang bermanfaat yang dapat membantu kesuksesan mereka di masa depan.
Bagi mahasiswa yang ingin sukses tentunya mengharapkan bagaimana perguruan tinggi itu dapat membantu mereka sebagai tempat menimba ilmu yang berguna kelak buat hidup mereka. Apa misi dan visi yang dimiliki perguruan tinggi tersebut sangat berpengaruh terhadap mahasiswa dan mahasiswi mereka. Fasilitas yang ada, kinerja yang ada merupakan penilaian dari suatu perguruan tinggi. Terkadang semangat visi dan misi sebuah perguruan tinggi hanyalah tulisan yang ada di papan ruangan mereka. Dengan besar papan tersebut di dalamnya terdapat visi dan misi perguruan tinggi tersebut. Tetapi, kenyataannya mengatakan hal lain dengan apa yang tertulis di papan besar tersebut. Sebenarnya, tulisan tersebut tidaklah salah karena tulisan tersebut mengandung kata kata yang baik, makna yang baik dan tentunya jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari akan mengahasilkan hasil yang memuaskan jika di terapkan. Dari hal ini kita bisa tangkap bukanlah mimpi atau harapan yang diperlu di salahkan tetapi semangat untuk mewujudkan hal itu ialah memerlukan kemauan, kerjasama dan semangat untuk membuat menjadi kenyataan dari tulisan – tulisan tersebut.
Semua orang tua yang menginginkan anaknya sukses pastinya menginginkan perguruan tinggi yang di pilih anaknya adalah perguruan tinggi yang sesuai harapan orang tuanya. Perguruan tinggi itu dapat memberikan pembelajaran yang berguna bagi anaknya. Tidak hanya seebagai modal untuk bekerja tetapi juga sebagai modal pengetahuan yang bermanfaat untuk anaknya di masa depan.


Perguruan tinggi yang saya inginkan ialah perguruan tinggi yang membuat saya dapat mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dari tempat tersebut. Pengethuan yang bermanfaat itu ialah bukan hanya saya diajarkan sesuatu agar bisa menghasilkan karya tetapi mengajakarkan pula pengetahuan lain yang bermanfaat untuk dikethuai. Saya memilih universitas Hasanuddin karena dengan harapan di universitas terbaik di Makassar ini yang menurut orang Sulawesi Selatan, saya berharap saya bisa mendaptkan pengetahuan lebih dari universitas lain yang ada di Makassar terlebih lagi dengan fakultas dan jurusan yang sama.
Saya memilih fakultas Ilmu Budaya dan jurusan sastra inggris dengan harapan saya bisa mengembang minat saya terhadap sastra inggris. Di jurusan itu juga saya berharap tidak hanya diajarkan bahasa inggris tetapi juga di ajarkan kebudayaan itu sendiri. Mungkin hal tersebut akan saya dapat di semester berikutnya. Selain itu, saya berharap proses mengajar dalam ruang kelas dosen memakai bahasa pengantar jurusan yang di pilih oleh mahasiswa. Saya tidak mengharapkan mata kuliah lain yang tidak berhubungan dengan sastra inggris menggunakan bahasa inggris tetapi saya harap demikian lebih kepada mata kuliah yang menyangkut dengan sastra inggris.
Kita perilu pelajari mengapa kita sebagai jurusan sastra inggris atau jurusan bahasa atau sastra lain terkadang lebih dianggap biasa – biasa saja. Hal ini di sebabkan karena masyarakat awam lebih sudah berfikir bahwa untuk bisa berbahasa apa saja itu tidak perlu belajar di perguruan tinggi. Hal itu juga dapat dibenarkan karena banyak terbukti orang – orang yang bisa berbahasa inggris atau bahasa lainnya itu tidak semua berlatar belakang dari jurusan sastra atau bahasa. Ada istilah yang mengatakan bahwa language is a habbit. Dari istilah ini sebaiknya kita para jurusan bahasa atau sastra sebaiknya menerapkan bahasa itu sebagai bahasa percakapan sehari – hari kita minimal di lingkungan perguruan tinggi kita terlebih lagi dosen yang berinteraksi dengan mahasiswa. Agar teori yang kita pelajari itu dapat diaplikasikan di kehidupan sehari – hari.
Pada pembahasan ini saya terlebih dahulu akan membahasa jurusan yang saya ambil. Saya berharap jurusan sastra inggris yang saya pilih ini dapat membuat saya belajar dengan proses yang baik dan sesuai harapan. Tidaklah mengapa kalau seorang dosen tidak berbahasa inggris full atau dia bisa memberikan sebuah hand out yang menjadi bahan pelajaran sebelum dosen tersebut masuk di dalam ruangan. Hal ini dapat membantu apabila dosen tersebut memakai bahasa sesuai dengan bahasa jurusan maka dapat menambah pula pengetahuan siswa akan bahasa tersebut dan menantang mahasiswa untuk bisa memahami apa yang dikatakan dosen tersebut dan ketika interaksi pun berjalan mahasiswa berusaha bertanya menggunakan bahasa jurusannya walaupun di campur dengan bahasa ibu mereka.
Dosen juga sebaiknya memilih bahasa sehari – hari yang sederhana dan mudah dimengerti terlebih lagi pada semester awal yaitu semester satu dan dua. Dengan interaksi seperti ini akan sangat bermanfaat kita belajar bahasa. Saya berharap dengan memilih jurusan sastra inggris saya dapat bernilai lebih bahkan harus lebih dengan orang – orang yang tidak berlatar belakang jurusan sastra inggris. Lulusan dari jurusan sastra inggris saya berharap tidak hanya mengetahui teori belaka tetapi juga mengetahui penerapannya dari teori tersebut.
Hal ini saya inginkan karena saya memiliki teman yang berada di universitas negeri keguruan di Makassar. Ia memilih jurusan yang bukan sama sekali jurusan bahasa terlebih lagi bahasa inggris atau sastra inggris. Dia sempat menanyakan  apakah interaksi dalam proses belajar mengajar menggunakan bahasa yang sesuai jurusan yang saya pilih karena dia dalam proses belajar mengajar menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantarnya. Ini hal yang dapat dicontoh kita tidak perlu sombong sebagai universitas paling bagus di Makassar merasa metode yang diajarakan di dalamnya tidak ada di Perguruan tinggi lain dan merasa metode yang diajarkan lebih bagus dari perguruan tinggi lain. Tentunya, kita harus memiliki metode yang lebih bagus dari metode perguruan tinggi yang lain minimal di Makassar.
Selain dari jurusan, saya mengharapkan perguruan tinggi yang saya pilih memiliki disiplin tinggi dalam penerapannya. Disiplin ini dapat dilihat dari proses belajar mengajar sehari – hari dan juga pada saat ulangan atau ujian berlangsung. Saya setuju jika dikatakan pengajar baik di perguruan tinggi maupun di tempat lain dapat dikatakan sebagai pengganti orang tua di rumah untuk sementara. Jika kita menanamkan hal ini kita sebagai mahasiswa akan menghormati dosen tetapi bukan berarti kita selalu membenarkan apa yang dikatakan oleh dosen. Pengajar di perguruan tinggi juga sebaiknya memiliki sikap disipilin yang diterapkan kepada cara mengajar mereka.
Saya sangat sedih ketika teman saya sempat mengatakan bahwa di universitas yang saya pilih ini sesungguhnya mendaptkan nilai tinggi itu adalah hal yang sangat mudah. Ia mengatakan hal itu karena ia memiliki teman di perguruan tinggi yang sama dengan saya pernah menceritakan bahwa ketika ulangan atau ujian berlangsung dosen cenderung cuek dengan  keadaan sekitar sewaktu ujian. Teman yang becerita juga bukan hanya satu orang ada beberapa dan informasi ini berdasarkan pengalaman mereka ketika mengikuti ujian atau ulangan. Sungguh sangat ironis ketika kita melaksanakan ujian namum kita harus mengambil jawaban orang lain untuk di atas namakan sebagai jawaban kita. Memang sesungguhnya pikiran mahasiswa merupakan pikiran orang dewasa yang mengetahui baik buruknya sesuatu. Mereka terkadang mengetahui hal tersebut merupakan hal yang buruk tapi sangat menguntungkan mereka dan jalan pintas pun dipakainya.
Ada beberapa dosen tidak melaksanakan final atau ulangan mid dan sebagainya mungkin dikarenakan mereka sudah tidak percaya lagi dengan hasil dari proses yang menghabiskan waktu sekitar dua jam itu. Proses mengisi ujian atau ulangan hanya membutuhkan paling lama dua jam dan hasilnya akan menjadi tolak ukur kemampuan kita. Tolak ukur kemampuan yang tidak diiringi dengan rasa disiplin dan kejujuran tinggi maka tidak akan mengasilkan evaluasi diri atau evaluasi belajar sebagai mahasiswa. Terkadang, dosen sebagai pengajar tidak peduli dengan keadaan ketika final. Hal ini menyebabkan mahasiswa mengambil kesempatan yang tidak terpuji dan akan membohongi diri mereka sendiri.
Cara ini perlu diubah dalam pikiran kita semua bahwa belajar itu bukan untuk mengahasilkan angka yang bagus dan mendapatkan ijazah sebagai tanda lulus tetapi sebagai bekal hidup yang akan kita aplikasikan setelah lulus. Bekal hidup ini tidaklah gampang didapatkan butuh proses panjang yang berliku – liku pula. Dari proses panjang ini kita dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat jika dijalankan dengan baik. Proses yang baik dapat terbentuk jika disiplin yang tinggi diterapkan dalam proses tersebut.
Saya tidak menyalahkan dosen yang tidak peduli dengan apa yang dilakukan dengan sikap cueknya terhadap suasana ujian itu. Kita juga sebagai mahasiswa seharusnya bersiap untuk menghadapi suasana yang tidak kondusif yang memmungkinkan orang untuk berbuat curang. Sebagai mahasiswa kita harus menanamkan sikap jujur dan disiplin agar kita bisa menjadi generasi yang baik. Mahasiswa merupakan generasi muda yang diharapkan oleh Negara untuk bisa memajukan negaranya menjadi lebih baik. Tetapi, jika mahasiswa selalu berfikiran bahwa nilai dan ijazah merupakan tujuan utama mereka melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi maka mahasiswa akan terpancing untuk melakukan  dengan segala cara baik yang terpuji maupun yang tidak terpuji akan dilaksanakan untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
Kalau hal ini tetap dipertahankan dan sebagai budaya yang telah merakar di dalam kehidupan sehari – hari maka bangsa kita lambat laun akan menajadi bangsa yang terpuruk dan hanya akan menjadi bangsa yang munafik. Dari kebiasaan ini pula dapat menjadi awal tindakan korupsi karena tindakan tidak jujur ini akan menjadi kebiasaan nanntinya dan tentunya lama kelamaan diri kita akan dibohongi. Dari kebiasaan ini, lambat laun akan menjadi hal yang biasa dilakukan dan tidak bernilai kesalahan lagi sehingga jika kebiasaan tidak jujur dan disiplin ini diterapkan dalam skala yang lebih besar maka ketika bekerja di suatu lingkungan pekerjaan dapat membuat diri kita melakukan hal yang tidak terpuji yang dapat pula berada di skala mengambil hak orang banyak bahkan hak rakyat.
Dari proses ujian saja kita sudah mengambil sedikitnya satu orang atau peserta ujian mengambil hak jawaban orang lain atau berusaha sendiri tetapi memakai cara licik sama dengan mengambil hak orang lain yang ingin melaksanakan ujian dengan disiplin dan jujur. Dari skala kecil ini yang mengambil hak mahasiswa lain dapat menaik menjadi skala besar di dalam dunia pekerjaan nantinya. Hal ini kita bukanlah yang diharapkan oleh Negara ini bahkan oleh orang tua kita yang berusaha membesarkan kita dan menyekolahkan kita dengan harapan menjadi orang yang sukses. Sebagai orang tua yang baik mereka berusaha mengeluarkan biaya sebanyak – banyaknya hanya karena menginginkan anaknya sukses tentu juga menginginkan anakanya sukses tidak hanya sukses dalam prestasi tetapi juga sukses dalam moral mereka.
Student Centered Learning yang merupakan sistem pengajaran perguruan tinggi saat ini merupakan proses pembelajaran yang terpusat dari mahasiswa. Sistem pembelajaran ini berbeda dengan pembelajaran yang berpusat pada dosen. Pembelajaran difokuskan pada kebutuhan mahasiswa, kemampuan, minat dan gata belajar serta dosen sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran ini mahasiswa dituntut untuk aktif dan bertanggung jawab dalam pembelajaran mahasiswa itu sendiri.
Perguruan tinggi yang menerapkan proses pembelajaran secara SCL ini belum bisa sepenuhnya dikatakan berjalan  baik. Memang di dalam SCl mahasiswa yang patut aktif dalam proses pembelajaran tetapi bukan berarti dosen sebagai fasilitator hanya memberikan sepenuhnya kepada mahasiswa. Hal ini tidaklah benar. Jika, perguruan tinggi ingin melaksanakan proses SCL maka dosen dan mahasiswa harus memiliki peranan penting dalam pembelajaran. Sebebarnya, pembelajaran yang berpusat pada pengajar dengan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa  perbedaannya ialah terletak pada pusat hak pembelajran. Maksudnya ialah ketika SCL itu diterapkan mahasiswa dengan aktif mengetahui bahan pembelajaran yang akan diajarkan. Jadi, ketika bahan pembelajaran yang diberikan oleh dosen itu tidak begitu memuaskan mahasiswa dapat mencari referensi lain dan dikemukakan di dalam kelas ketika proses belajar berjalan. Kemudian, dari sini dosen menanggapi hasil dari penjelasan mahasiswa tersebut.
Program SCl juga tidak dapat berjalan dengan lancar jika dosen atau tenaga pendidik tidak memliki kompetensi dalam mengajar. Dosen yang berkompetensi akan mengahsilkan pula mahasiswa yang berkompeten pula. Dosen sebagai fasilitator tidak hanya bisa diam dan membiarkan mahasiswa aktif begitu saja. Dia juga harus menjelaskan atau bahkan meluruskan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh mahasiswanya. Agar hal ini terjadi, maka dosen harus memiliki kompetensi tidak hanya dalam bidang keilmuannya, tetapi juga dalam hubungan sosial serta dalam hubungan pribadinya atau karakteristiknya.
Kompeten dalam bidang keilmuannya ialah maksudanya dosen atau tenaga pendidik dengan mudah dapat menguaasai bidang keilmuannya mereka sehingga ketika mahasiswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah sebuah pertanyaan keilmuan atau melakukan kesalah pahaman dalam menafsirkan ilmu maka dosen sebagai fasilitator bertindak dengan baik agar mahasiswa nya tidak salah jalan. Tetapi, dalam kompeten bidang keilmuan, saya rasa tidak menjadi masalah karena hampir semua atau bahkan semua dosen telah melewati masa – masa sulit untuk bisa memiliki kompeten dalam bidang keilmuannya. Dari masa – masa sulit itu yang merupakan proses mereka agar dapat memiliki kompetensi dalam bidang keilmuannya, saya rasa seseorang yang dikatakan sebagai dosen pastilah menguasai bidang keilmuannya karena mereka sudah bertahun – tahun berpengalaman dalam belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya ialah kompeten dalam hubungan sosial. Kompeten dalam hubungan sosial ialah tentunya hubungan sesama dosen atau pengajar, mahasiswa dan kelompok keilmuannya. Tetapi, di sini saya lebih menekankan hubungan sosial pada mahasiswa. Selain memiliki kompetensi dalam bidang keilmuannya, seorang dosen harus mampu memiliki kompeten dalam hubungan sosialnya karena ketika menyampaikan sesuatu ilmu yang mereka kusai kepada mahasiswa harus terwujud hubungan sosial yang baik. Dosen harus memiliki hubungan baik dengan para mahasiswanya sehingga mahasiswa dengan mudah menerima informasi yang diberikan. Hal ini dikarenakan jika mahasiswa sudah tidak suka dengan cara dosen tersebut mengajar atau cara interaksi dosen tersebut memberikan bahan pembelajran maka sangat sulit mahasiswa menangkap apa yang diberikan oleh dosennya. Kompeten secara pribadi ialah mempunyai sikap empati dan simpati, interpersonal, intrapersonal dan sebagainya. Kompeten secara pribadi ini berhubungan dengan hubungan secara sosial. Jika dosen memiliki kompeten secara pribadi maka hubungan sosialnya akan terjalin dengan baik.
Selain itu juga, mahasiswa juga harus memiliki semangat yang tinggi untuk aktif dalam proses pembelajaran karena jangan sampai dosennya sudah sangat berkompeten dalam segala hal tetapi mahasiswanya dimana sebagai peran utama dalam proses SCL malahan tidak memiliki semangat untuk belajar. Hal ini dapat sangat merugikan mahasiswa karena bukan lagi dosen yang selalu menyuap para anak didiknya tetapi mahasiswa yang meminta apa yang diinginkannya untuk belajar kepada para tenaga pendidik yang professional. Mahasiswa aktif dengan cara membuat catatan – catatan persiapan belajar khususnya yang terkait dengan motode belajar, materi dan jadwal evaluasi. Selanjutnya, jangan menunda untuk mengakses sumber – sumber atau bahan pembelajaran sesuai dengan mata kuliah dan penjelasan dosen. Sadarlah bahwa tokoh utama dalam pembelajaran ini adalah mahasiswa sehingga mahasiswa belajar bukan saja karena dosen mengajar, namun juga untuk mencapai tujuan atau kompetensi kelak. Kemudian, tetap jalin komunikasi yang baik dengan dosen sehingga proses pembelajaran terasa sangat menyenangkan dan informasi yang didapat dari dosen yang kita senangi akan dengan mudah kita pahami dan ingat informasinya.
            Selanjutnya, perguruan tinggi harapanku ialah tidak membedakan jarak antara senior dengan junior yang baru memasuki gerbang perguruan tinggi. Sunggu sangat tidak ber pri kemanusiaan jika tindakan memperolok-olok atau mempermainkan junior seenaknya merupakan kebiasaaan atau budaya dalam penerimaan mahasiswa baru. Saya bukannya menolak adanya pengkaderan yang diadakan oleh para senior tetapi saya menolak cara mereka mengkader junior mereka. Bahkan, tradisi memukul junior masi ada dikalangan perguruan tinggi yang saya tempati belajar. Mereka sering beralibi hal ini sebagai bentuk disilin kepada para junior padahal ada cara lain yang lebih terhormat dan ber pri kemanusiaan daripada cara kekerasan.
            Sepertinya tindakan seperti ini tidaklah menjadi budaya yang terus menerus ada dalam sebuah perguruan tinggi. Saya pun sebagai mahasiswa mengalami dampak yang tidak baik. Saya sempat mengikuti kegiatan pengkaderan tetapi ketika hampir selesai pengkaderan itu saya merasa tidak kuat lagi dan berhenti dari kegiatan tersebut karena menurut saya ada hal penting yang mesti saya kerjakan. Terkadang kegiatannya membuang-buang waktu dan melakukan hal – hal yang tidak terlalu bermanfaat. Walaupun ada pelajaran yang kita dapat tetapi ada juga hal yang semestinya tidak dilakukan dalam pengkaderan tetapi dilakukan. Ada pemberitaan pula ketika seorang mahasiswa tidak mengikuti sampai maka ia tidak dapat mengikuti organisasi resmi yang ada di kampus. Hal ini tidak bisa dibenarkan karena minat dan bakat mahasiswa harus dibatasi dengan adanya keputusan seperti ini. Tapi hal ini tidaklah menjadi masalah karena tidak semua ukm harus menerima persyaratan seperti ini. Tetapi yang menjadi masalah ialah cara mereka melakukan pengkaderan kepada para junior.
            Pengkaderan yang sesungguhnya ialah pengkaderan yang tidak memakan waktu banyak dan lama serta menghasilkan yang bermanfaat. Pengkaderan seharusnya mengajarkan kita sebagai mahasiswa agar bisa berfikir kritis, sebagai wadah untuk meningkatkan jiwa sosial, dan pengkaderan bukan ajang untuk mencetak jiwa yag berontak. Para senior yang mengkader juga jangan asal sok jagoan tetapi nilai akademiknya jauh lebih rendah dari senior yang tidak mengkader. Dari hal ini akan mebuat para junior tidak hormat dengan seniornya karena mereka cenderung mengatakan hal – hal yang tidak berguna karena mereka sendiri tidak bisa mendisiplinkan diri mereka sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar